Jakarta, CNBC Indonesia – Seorang warga Surabaya, Susanto, didakwa akibat aksi penipuan karena berpura-pura sebagai dokter dan bekerja di PT Pelindo Husada Citra atau RS PHC Surabaya selama dua tahun lebih.
Dalam menjalankan aksinya, Susanto mencuri identitas, data, dan dokumen milik dokter asli asal Bandung, Jawa Barat untuk melamar di salah satu rumah sakit milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
Berikut 4 fakta Susanto, dokter gadungan di Surabaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
1. Hanya Lulusan SMA
Melansir dari detikjatim, Susanto hanya lulusan SMA yang mempelajari ilmu kesehatan secara otodidak melalui lingkungan sekitar dan internet, terutama YouTube. Selain mempelajari ilmu kesehatan, internet juga dimanfaatkan Susanto untuk melancarkan aksinya sebagai dokter gadungan.
“Menurut pengakuan, dia (Susanto) tidak pernah belajar ilmu kedokteran secara khusus di kampus,” kata Kasi Intel Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Jemmy Sandra, dikutip Jumat (15/9/2023).
“Belajar secara otodidak melalui YouTube, lalu punya teman-teman di lingkungan yang dokter dan perawat,”lanjutnya.
Pada April 2020, RS PHC Surabaya membuka lowongan kerja untuk bagian Tenaga Layanan Klinik sebagai Dokter First Aid yang bertugas memeriksa kesehatan pegawai rumah sakit.
Setelah mengetahui lamaran tersebut, Susanto mencuri data milik dr. Anggi Yurikno asal Bandung, Jawa Barat, melalui laman web Fullerton dan Facebook karena dianggap memenuhi kriteria lamaran pekerjaan.
Data-data milik dr. Anggi yang dicuri Susanto adalah Surat Izin Praktik (SIP) Dokter, Ijazah Kedokteran, Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan Sertifikat Hiperkerkes. Seluruh dokumen tersebut dipalsukan Susanto dengan mengganti foto tanpa mengganti isinya.
“Saya enggak ada edit ijazah, semua asli punya beliau (dr. Anggi). Saya scan (pindai), saya ganti foto,” ungkap Susanto, dikutip Jumat (15/9/2023).
2. Menjadi Dokter Full Timer
Setelah lolos seluruh tahap rekrutmen, Susanto ditugaskan sebagai Dokter Hiperkes PHC Clinic dan ditugaskan di Klinik K3 PT Pertamina EP IV Cepu per 15 Juni 2020 hingga 31 Desember 2022.
Selama bertugas, Susanto mengaku memperoleh gaji hingga Rp7,5 juta per bulan yang belum termasuk tunjangan lainnya. Sementara itu, Jemmy mengatakan bahwa Susanto memiliki kemampuan medis yang cukup baik, salah satunya memeriksa tekanan darah.
“Susanto bisa cek tensi dan hal-hal dasar lain secara otodidak,” kata Jemmy.
3. Kronologi Aksi Penipuan Terbongkar
Pada 12 Juni 2023, RS PHC meminta Susanto untuk kembali mengirimkan dokumen lamaran pekerjaan untuk memperpanjang masa kontrak. Namun, pihak manajemen menemukan kejanggalan di berkas-berkas tersebut.
Adapun, berkas-berkas yang ditemukan janggal oleh RS PHC adalah salinan Daftar Riwayat Hidup (CV); Ijazah; Surat Tanda Registrasi (STR); KTP; Sertifikat Pelatihan; sertifikat Hiperkes; sertifikat Advanced Trauma Life Support (ATLS); hingga Advanced Cardiac Life Support (ACLS) atas nama dr Anggi Yurikno.
Setelah melakukan konfirmasi, Pihak manajemen RS PHC menemukan bahwa dr. Anggi Yurikno selama ini bekerja di RSU Karya Pangalengan Bhakti Sehat Bandung.
Perwakilan manajemen RS PHC Surabaya, Dadik Dwirianto, mengatakan bahwa Susanto tidak pernah memeriksa pasien umum alias masyarakat. Ia menegaskan, Susanto hanya bertugas di Klinik K3 PT Pertamina EP IV Cepu.
“Dia hanya periksa pegawai saja, seperti kondisi pegawai benar fit atau tidak, mulai tekanan darah, dan lain-lain,” kata Dadik, dikutip dari CNN Indonesia.
Sementara itu, PT PHC turut menegaskan bahwa Susanto tidak bertugas atau praktik melayani pasien umum.
“Terdakwa berinisial S yang terindikasi melakukan penipuan dengan memalsukan dokumen kepegawaian merupakan Pekerja Waktu Tertentu yang ditempatkan di Klinik OHIH pada salah satu Perusahaan Area Jawa Tengah yang bertugas lebih banyak pada aspek preventif dan promotif, serta tidak pernah sekalipun ditempatkan & melayani pasien di RS PHC Surabaya,” kata RS PHC melalui keterangan resmi.
4. Tanggapan Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, mengatakan bahwa pihaknya menyesalkan aksi penipuan selama 2 tahun yang dilakukan Susanto.
Berkaitan dengan hal tersebut, dr. Nadia mengatakan bahwa proses verifikasi dari rumah sakit sebelum merekrut tenaga kesehatan (nakes) penting untuk dilakukan demi memastikan kompetensi sesuai dengan surat atau sertifikat yang dilampirkan.
“Seharusnya, pada kontrak pertama proses kredensial dari komite medik untuk menentukan tenaga medis tadi kompetensinya sesuai dengan yang dibutuhkan,” kata dr Nadia, mengutip dari detikHealth.
“Dan proses kredensial ini harus dilakukan komite medik untuk mencari informasi. Jadi di tahap perpanjangan ada proses check and re-check yang mungkin bagian kredensial. Akhirnya dapat ditemukan permasalahan ini,” sambungnya.
[Gambas:Video CNBC]
(hsy/hsy)