Surabaya (beritajatim.com) – Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Timur mengungkapkan bahwa makanan yang mengandung karmin seperti yogurt berwarna merah adalah haram dan najis.
Keputusan ini didasarkan pada kandungan pewarna makanan berbahan karmin yang diperoleh dari bangkai serangga.
Fatwa ini diterbitkan setelah pertimbangan yang mendalam tentang aspek keagamaan dan hukum Islam.
Selain yogurt, makanan apa pun yang mengandung bahan karmin, termasuk susu, permen, jeli, es krim, dan lainnya, juga dihukumi sebagai haram dan najis untuk dikonsumsi menurut fatwa ini.
Apa itu Karmin?
Karmin adalah pewarna merah yang berasal dari serangga jenis Cochineal atau kutu daun yang telah dihancurkan. Sejarahnya sangat tua, bermula dari suku Aztec pada abad ke-16. Ketika orang Eropa mengeksplorasi budaya, mereka menemukan bahwa ekstrak serangga ini dapat digunakan sebagai pewarna kain dengan warna merah cerah.
BACA JUGA: Tegas, Bahtsul Masail NU Jatim Nyatakan Yogurt Berbahan Karmin Haram dan Najis
Serangga yang mirip juga digunakan untuk tujuan serupa di Timur Tengah, Mediterania, dan Mesir. Pewarna karmin telah digunakan dalam berbagai produk makanan, termasuk permen, es krim, susu, yogurt, camilan anak-anak, dan banyak lainnya.
Bahkan, karmin juga digunakan dalam produk perawatan tubuh seperti shampo dan lotion, serta makeup seperti eyeshadow.
Proses Pembuatan Karmin
Karmin dibuat dari serangga jenis cochineal atau kutu daun yang hidup menempel pada kaktus pir berduri di Amerika Tengah dan Selatan. Serangga ini telah menjadi sumber pewarna alami selama berabad-abad. Saat ini, sebagian besar serangga cochineal ditemukan di perkebunan kaktus pir berduri di Peru dan Kepulauan Canary.
Perlu dicatat bahwa untuk menghasilkan hanya satu pon karmin, diperlukan sekitar 70.000 ekor serangga. Proses produksi ini melibatkan pengumpulan, penyortiran, pengeringan, dan penghancuran serangga untuk menghasilkan warna merah cerah yang diinginkan.
Fatwa LBMNU
LBMNU Jawa Timur mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa bangkai serangga (hasyarat) dianggap najis dan tidak boleh dikonsumsi. Tidak hanya itu, penggunaan karmin dalam produk selain makanan, seperti lipstik juga diharamkan menurut mayoritas pendapat dalam madzhab Syafi’i.
Namun, ada juga pandangan dari Imam Qoffal, Imam Malik, dan Imam Abi Hanifah yang menganggap karmin sebagai bahan yang suci, sehingga penggunaannya diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa serangga yang digunakan untuk menghasilkan karmin tidak memiliki darah yang dapat membusuk.
Keputusan fatwa ini telah memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan mungkin akan memengaruhi pemahaman tentang penggunaan karmin dalam makanan dan produk lainnya. (mnd/nap)