Mengenang Eko Prawoto, Arsitek yang Tak Henti Mencari Akar Budaya

Mengenang Eko Prawoto, Arsitek yang Tak Henti Mencari Akar Budaya

Arsitek Eko Prawoto saat dipotret di rumahnya di Yogyakarta pada tahun 2006.

Arsitek Eko Prawoto saat dipotret di rumahnya di Yogyakarta pada tahun 2006.

YOGYAKARTA, KOMPAS — Arsitek kenamaan Indonesia, Eko Prawoto, meninggal pada usia 65 tahun, Rabu (13/9/2023) malam, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Selama hidupnya, Eko dikenal sebagai arsitek yang selalu berupaya mendekatkan arsitektur dengan akar budaya.

Arsitek Yoshi Fajar Kresno Murti, yang juga sahabat dekat Eko, mengatakan, Eko Prawoto meninggal di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Sleman, pada Rabu pukul 19.15. Selama beberapa waktu terakhir, Eko dirawat di RSUP Dr Sardjito karena sakit. Menurut rencana, jenazah Eko akan dikremasi, pada Jumat (15/9/2023) besok.

Eko Prawoto lahir di Purworejo, Jawa Tengah, pada tahun 1958. Dia kemudian menempuh studi arsitektur di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Setelah lulus dari UGM, pria dengan nama lengkap Eko Agus Prawoto itu menempuh pendidikan master di The Berlage Institute, Amsterdam, Belanda. Dia kemudian mengajar di Program Studi Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Yogyakarta.

Selain mengajar, Eko aktif berkarya sebagai arsitek dengan merancang berbagai bangunan, termasuk rumah sejumlah seniman di Yogyakarta. Dia juga terlibat dalam banyak aktivitas sosial, misalnya merancang rumah tahan gempa untuk korban gempa bumi di Kabupaten Bantul, DIY. Eko juga beberapa kali ikut dalam pameran seni dengan menampilan karya seni instalasi.

Memorabilia tentang rohaniwan YB Mangunwijaya ditampilkan dalam pameran Biennale Jogja XVI Equator #6 2021 di Jogja National Museum, Yogyakarta, Kamis (14/10/2021).
FERGANATA INDRA RIATMOKO

Memorabilia tentang rohaniwan YB Mangunwijaya ditampilkan dalam pameran Biennale Jogja XVI Equator #6 2021 di Jogja National Museum, Yogyakarta, Kamis (14/10/2021).

Yoshi mengaku mengenal Eko saat sama-sama aktif di Yayasan Pondok Rakyat di Yogyakarta. Lembaga nirlaba tersebut didirikan oleh rohaniwan dan budayawan YB Mangunwijaya, yang akrab dipanggil Romo Mangun, beserta sejumlah orang pada tahun 1985. ”Pak Eko selalu menyebut saya sebagai saudara seperguruan,” kata Yoshi saat dihubungi, Kamis (14/9/2023).

Menurut Yoshi, Eko selalu berupaya mencari akar budaya saat berkarya sebagai arsitek. Dalam pencarian tersebut, Eko banyak mengambil inspirasi dari pasar tradisional dan kampung. ”Pak Eko terus-menerus tanpa henti untuk mencari akar, entah sebagai seniman, arsitek, maupun dalam kehidupan sosialnya,” ungkapnya.

Baca juga: Djoko Pekik, Sang Pelukis ”Berburu Celeng”, Meninggal

Dosen Magister Arsitektur UKDW Gregorius, Sri Wuryanto, mengatakan, Eko Prawoto merupakan salah seorang arsitek Indonesia yang telah mendunia. Hal ini antara lain terlihat saat Eko membawa instalasi bambu buatannya untuk dihadirkan sebagai karya instalasi di sejumlah negara maju.

”Beliau dengan percaya diri membawa nuansa tropika bambu menjadi elemen ruang yang bisa berdiri sejajar dengan arsitektur yang sangat modern. Beliau menunjukkan kekuatan alam Indonesia tidak kalah dengan estetika industri yang serba maju dan modern,” ungkap Gregorius.

Arsitek Eko Prawoto dipotret pada tahun 2006.

Arsitek Eko Prawoto dipotret pada tahun 2006.

Menurut Gregorius, sepanjang hidupnya, Eko tertarik dengan arsitektur vernakular, yakni gaya arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat setempat.

Oleh karena itu, Eko kerap memanfaatkan berbagai hal tradisional untuk direkonstruksi dengan cara baru sehingga menghasilkan karya yang bersifat kontemporer. ”Pak Eko membuka tafsir baru atas karya-karya tradisi lama,” katanya.

Lokalitas

Budayawan Gregorius Budi Subanar menilai, karya-karya arsitektur Eko Prawoto sangat dipengaruhi oleh Romo Mangun. Pengaruh itu antara lain terlihat saat Eko menata ruang, memilih bahan, hingga mengeksekusi karya arsitekturnya. ”Sangat kelihatan sekali beliau (Eko) menimba napas dari Romo Mangun,” ujar pria yang akrab dipanggil Romo Banar itu.

Sebagai arsitek, Eko juga dinilai memiliki kepedulian yang tinggi dengan lingkungan. Oleh karena itu, Banar menyebut, Eko merupakan seorang arsitek sosial. Sebab, dia tak hanya memperhatikan aspek teknis bangunan yang dirancangnya, tetapi juga sangat memperhatikan kondisi lingkungan tempat bangunan itu berdiri.

Ucapan dukacita dari Yayasan Arkom Indonesia terkait meninggalnya arsitek Eko Prawoto.
TANGKAPAN LAYAR INSTAGRAM

Ucapan dukacita dari Yayasan Arkom Indonesia terkait meninggalnya arsitek Eko Prawoto.

Dalam wawancara dengan Kompas pada tahun 2006, Eko mengaku selalu berupaya agar arsitektur tidak terlepas dari akar budaya. Sebab, dia tidak ingin karya arsitektur terpisah dari kesatuan ekosistemnya. Upaya menautkan arsitektur dengan akar budaya itu dilakukan dengan memasukkan lokalitas, misalnya terkait teknik membangun dan pengolahan material.

”Yang saya lakukan dalam desain-desain saya sederhana sekali, yakni mencoba agar arsitektur kita tidak terlepas dari akar budayanya. Tetapi juga bukan berarti hanya sekadar memoles dan mengambil dari masa lalu. Harus ada kompromi, menjadi modern, tetapi masih tertancap pada akarnya,” kata Eko (Kompas, 5/11/2006).

Baca juga: Pudjo, Obituari untuk Orang Baik

Pak Eko terus-menerus tanpa henti untuk mencari akar, entah sebagai seniman, arsitek, maupun dalam kehidupan sosialnya.

Praktik seperti itu pula yang dilakukan Eko saat dia diminta merancang rumah tahan gempa di Dusun Ngibikan, Desa Canden, Kecamatan Jetis, Bantul. Pembangunan rumah tahan gempa itu dilakukan seusai gempa bumi pada Mei 2006 dengan bantuan anggaran dari Dana Kemanusiaan Kompas.

Dalam proses itu, Eko secara intensif menyerap aspirasi warga setempat tentang rumah yang mereka inginkan. Selain itu, dia juga memanfaatkan kembali material bekas reruntuhan akibat gempa dalam pembangunan tersebut.

”Meski rumah di Ngibikan itu bantuan, bukan berarti suka-suka pemberi bantuan. Harus dialog dengan warga sehingga mereka merasa diwongke (dimanusiakan) dan diakui ekspresi nilai-nilai kulturalnya,” tutur Eko waktu itu.

Mengenang Eko Prawoto, Arsitek yang Tak Henti Mencari Akar Budaya

Mengenang Eko Prawoto, Arsitek yang Tak Henti Mencari Akar Budaya

Arsitek Eko Prawoto saat dipotret di rumahnya di Yogyakarta pada tahun 2006.

Arsitek Eko Prawoto saat dipotret di rumahnya di Yogyakarta pada tahun 2006.

YOGYAKARTA, KOMPAS — Arsitek kenamaan Indonesia, Eko Prawoto, meninggal pada usia 65 tahun, Rabu (13/9/2023) malam, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Selama hidupnya, Eko dikenal sebagai arsitek yang selalu berupaya mendekatkan arsitektur dengan akar budaya.

Arsitek Yoshi Fajar Kresno Murti, yang juga sahabat dekat Eko, mengatakan, Eko Prawoto meninggal di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Sleman, pada Rabu pukul 19.15. Selama beberapa waktu terakhir, Eko dirawat di RSUP Dr Sardjito karena sakit. Menurut rencana, jenazah Eko akan dikremasi, pada Jumat (15/9/2023) besok.

Eko Prawoto lahir di Purworejo, Jawa Tengah, pada tahun 1958. Dia kemudian menempuh studi arsitektur di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Setelah lulus dari UGM, pria dengan nama lengkap Eko Agus Prawoto itu menempuh pendidikan master di The Berlage Institute, Amsterdam, Belanda. Dia kemudian mengajar di Program Studi Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Yogyakarta.

Selain mengajar, Eko aktif berkarya sebagai arsitek dengan merancang berbagai bangunan, termasuk rumah sejumlah seniman di Yogyakarta. Dia juga terlibat dalam banyak aktivitas sosial, misalnya merancang rumah tahan gempa untuk korban gempa bumi di Kabupaten Bantul, DIY. Eko juga beberapa kali ikut dalam pameran seni dengan menampilan karya seni instalasi.

Memorabilia tentang rohaniwan YB Mangunwijaya ditampilkan dalam pameran Biennale Jogja XVI Equator #6 2021 di Jogja National Museum, Yogyakarta, Kamis (14/10/2021).
FERGANATA INDRA RIATMOKO

Memorabilia tentang rohaniwan YB Mangunwijaya ditampilkan dalam pameran Biennale Jogja XVI Equator #6 2021 di Jogja National Museum, Yogyakarta, Kamis (14/10/2021).

Yoshi mengaku mengenal Eko saat sama-sama aktif di Yayasan Pondok Rakyat di Yogyakarta. Lembaga nirlaba tersebut didirikan oleh rohaniwan dan budayawan YB Mangunwijaya, yang akrab dipanggil Romo Mangun, beserta sejumlah orang pada tahun 1985. ”Pak Eko selalu menyebut saya sebagai saudara seperguruan,” kata Yoshi saat dihubungi, Kamis (14/9/2023).

Menurut Yoshi, Eko selalu berupaya mencari akar budaya saat berkarya sebagai arsitek. Dalam pencarian tersebut, Eko banyak mengambil inspirasi dari pasar tradisional dan kampung. ”Pak Eko terus-menerus tanpa henti untuk mencari akar, entah sebagai seniman, arsitek, maupun dalam kehidupan sosialnya,” ungkapnya.

Baca juga: Djoko Pekik, Sang Pelukis ”Berburu Celeng”, Meninggal

Dosen Magister Arsitektur UKDW Gregorius, Sri Wuryanto, mengatakan, Eko Prawoto merupakan salah seorang arsitek Indonesia yang telah mendunia. Hal ini antara lain terlihat saat Eko membawa instalasi bambu buatannya untuk dihadirkan sebagai karya instalasi di sejumlah negara maju.

”Beliau dengan percaya diri membawa nuansa tropika bambu menjadi elemen ruang yang bisa berdiri sejajar dengan arsitektur yang sangat modern. Beliau menunjukkan kekuatan alam Indonesia tidak kalah dengan estetika industri yang serba maju dan modern,” ungkap Gregorius.

Arsitek Eko Prawoto dipotret pada tahun 2006.

Arsitek Eko Prawoto dipotret pada tahun 2006.

Menurut Gregorius, sepanjang hidupnya, Eko tertarik dengan arsitektur vernakular, yakni gaya arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat setempat.

Oleh karena itu, Eko kerap memanfaatkan berbagai hal tradisional untuk direkonstruksi dengan cara baru sehingga menghasilkan karya yang bersifat kontemporer. ”Pak Eko membuka tafsir baru atas karya-karya tradisi lama,” katanya.

Lokalitas

Budayawan Gregorius Budi Subanar menilai, karya-karya arsitektur Eko Prawoto sangat dipengaruhi oleh Romo Mangun. Pengaruh itu antara lain terlihat saat Eko menata ruang, memilih bahan, hingga mengeksekusi karya arsitekturnya. ”Sangat kelihatan sekali beliau (Eko) menimba napas dari Romo Mangun,” ujar pria yang akrab dipanggil Romo Banar itu.

Sebagai arsitek, Eko juga dinilai memiliki kepedulian yang tinggi dengan lingkungan. Oleh karena itu, Banar menyebut, Eko merupakan seorang arsitek sosial. Sebab, dia tak hanya memperhatikan aspek teknis bangunan yang dirancangnya, tetapi juga sangat memperhatikan kondisi lingkungan tempat bangunan itu berdiri.

Ucapan dukacita dari Yayasan Arkom Indonesia terkait meninggalnya arsitek Eko Prawoto.
TANGKAPAN LAYAR INSTAGRAM

Ucapan dukacita dari Yayasan Arkom Indonesia terkait meninggalnya arsitek Eko Prawoto.

Dalam wawancara dengan Kompas pada tahun 2006, Eko mengaku selalu berupaya agar arsitektur tidak terlepas dari akar budaya. Sebab, dia tidak ingin karya arsitektur terpisah dari kesatuan ekosistemnya. Upaya menautkan arsitektur dengan akar budaya itu dilakukan dengan memasukkan lokalitas, misalnya terkait teknik membangun dan pengolahan material.

”Yang saya lakukan dalam desain-desain saya sederhana sekali, yakni mencoba agar arsitektur kita tidak terlepas dari akar budayanya. Tetapi juga bukan berarti hanya sekadar memoles dan mengambil dari masa lalu. Harus ada kompromi, menjadi modern, tetapi masih tertancap pada akarnya,” kata Eko (Kompas, 5/11/2006).

Baca juga: Pudjo, Obituari untuk Orang Baik

Pak Eko terus-menerus tanpa henti untuk mencari akar, entah sebagai seniman, arsitek, maupun dalam kehidupan sosialnya.

Praktik seperti itu pula yang dilakukan Eko saat dia diminta merancang rumah tahan gempa di Dusun Ngibikan, Desa Canden, Kecamatan Jetis, Bantul. Pembangunan rumah tahan gempa itu dilakukan seusai gempa bumi pada Mei 2006 dengan bantuan anggaran dari Dana Kemanusiaan Kompas.

Dalam proses itu, Eko secara intensif menyerap aspirasi warga setempat tentang rumah yang mereka inginkan. Selain itu, dia juga memanfaatkan kembali material bekas reruntuhan akibat gempa dalam pembangunan tersebut.

”Meski rumah di Ngibikan itu bantuan, bukan berarti suka-suka pemberi bantuan. Harus dialog dengan warga sehingga mereka merasa diwongke (dimanusiakan) dan diakui ekspresi nilai-nilai kulturalnya,” tutur Eko waktu itu.

Tangisan Tak Henti Hasnaeni ‘Wanita Emas’ Usai Divonis 5 Tahun Bui

Tangisan Tak Henti Hasnaeni ‘Wanita Emas’ Usai Divonis 5 Tahun Bui

Jakarta

Hasnaeni ‘Wanita Emas’ menangis tersedu-sedu usai divonis 5 tahun penjara dalam kasus korupsi terkait dana PT Waskita Beton Precast Tbk tahun 2016-2020. Direktur Utama PT Misi Mulia Metrical itu dinyatakan bersalah melakukan korupsi penyelewengan dana.

Pantauan detikcom di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/9/2023), Hasnaeni yang mengenakan jas berwarna cokelat muda dan mengenakan penutup kepala putih duduk di kursi terdakwa. Hasnaeni tampak mendengarkan amar putusan yang dibacakan ketua majelis hakim Fahzal Hendri.

Hasnaeni mulai menangis setelah hakim menyatakan Hasnaeni melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Suara tangisan Hasnaeni semakin keras saat hakim menyatakan menolak pembelaannya.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasnaeni terus menangis tersedu-sedu saat hakim memutuskan dirinya bersalah dan divonis 5 tahun penjara.

Hasnaeni Klaim Tak Bersalah

Hasnaeni terus menangis usai mendengarkan vonis untuk dirinya. Hasnaeni mengklaim dirinya tidak bersalah dalam kasus penyelewengan dana PT Waskita Beton Precast Tbk tahun 2016-2020.

“Saya tidak merasa bersalah, tanda tangan saya dipergunakan oleh orang-orang saya dan orang-orang politik,” kata Hasnaeni usai sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/9).

Sambil menangis, Hasnaeni mengaku tidak kuat berada di dalam penjara. Dia merasa hidupnya berat karena harus mendekam di balik jeruji besi.

“Jadi saya merasa berat sekali, hidup satu hari saja di tahanan rasanya luar biasa,” kata Hasnaeni.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:

Saksikan Video ‘Hasnaeni ‘Wanita Emas’ Menangis Divonis 5 Tahun Bui’:

[Gambas:Video 20detik]

Pebasket Bronny James Alami Henti Jantung, Elon Musk Malah Berspekulasi Soal Vaksin Covid

Pebasket Bronny James Alami Henti Jantung, Elon Musk Malah Berspekulasi Soal Vaksin Covid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Elon Musk dianggap berspekulasi tanpa dasar karena mengaitkan vaksin Covid-19 dengan kasus henti jantung yang dialami pebasket LeBron Raymone “Bronny” James Jr. Dalam cicitannya di platform miliknya, Twitter, yang kini telah diubah nama menjadi X, Musk mengungkapkan pandangannya tersebut.

Seorang juru bicara keluarga Bronny mengatakan kepada Insider pada Selasa (25/7/2023) bahwa sang atlet mengalami serangan jantung saat latihan basket sehari sebelumnya di Galen Center USC, Amerika Serikat. Ia dibawa ke rumah sakit, dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dan kini dalam kondisi stabil.

Berita itu dibagikan secara luas di Twitter pada Selasa, dan mendorong Musk untuk membagikan beberapa poin pembicaraan antivaksin. Dalam balasan cicitan tentang berita Bronny, Musk menulis soal vaksin Covid-19 tanpa bukti apa pun terkait dengan serangan jantung putra pebasket NBA LeBron James itu.

“Kita tidak dapat menganggap segalanya sebagai vaksin, tetapi, dengan cara yang sama, kita tidak dapat mengakui apa pun. Miokarditis adalah efek samping yang diketahui. Satu-satunya pertanyaan adalah apakah itu langka atau umum,” kata Musk, dikutip dari Insider, Rabu (26/7/2023).

Miokarditis bukanlah penyebab paling umum serangan jantung mendadak pada atlet muda. Tidak ada laporan yang kredibel bahwa vaksin Covid-19 menyebabkan Bronny mengalami serangan jantung selama latihan pada Senin.

Dalam kasus yang jarang terjadi, vaksin Covid-19 dapat menyebabkan sejenis peradangan jantung yang disebut miokarditis, dan masalah ini lebih sering terjadi pada pria muda. Namun, tidak ada indikasi bahwa Bronny yang berusia 18 tahun itu menderita miokarditis.

Secara umum, miokarditis akibat vaksin Covid-19 menyebabkan nyeri dada ringan, dan kemungkinan sesak napas. Itu cenderung hilang dalam beberapa hari. Pria muda berisiko lebih besar terkena miokarditis yang lebih parah dengan penyakit Covid-19.

Ada banyak alasan lain mengapa Bronny mengalami henti jantung saat dia di lapangan. Kadang-kadang, itu kasus jantung yang normal di tempat yang salah dan waktu yang salah.

“Ada sejumlah penyebab henti jantung mendadak pada atlet yang berusia 35 tahun ke bawah,” kata Dr John Higgins, ahli jantung olahraga untuk tim bola basket Houston Rockets, sebelumnya dalam sebuah artikel yang dibagikan oleh UTHealth Houston.