Kemenkumham NTT Sosialisasikan Layanan JDIH kepada Mahasiswa Fakultas Hukum Unwira

Kemenkumham NTT Sosialisasikan Layanan JDIH kepada Mahasiswa Fakultas Hukum Unwira








jdih2.jpg

Kupang – Kanwil Kemenkumham NTT melalui Bidang Hukum bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Katolik Widya Mandira Kupang (FH Unwira) melaksanakan kegiatan Sosialisasi Layanan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH), Sabtu (16/9/2023). Sosialisasi yang diikuti 20 mahasiswa ini digelar untuk meningkatkan pengetahuan dan kemudahan akses masyarakat khususnya bagi kalangan mahasiswa terhadap informasi hukum yang akurat dan terpercaya.

Dekan FH Unwira yang diwakili oleh Ketua Program Studi Fakultas Hukum, Yohanes Arman memberikan apresiasi kepada jajaran Kanwil Kemenkumham NTT yang melaksanakan kegiatan sosialisasi karena informasi mengenai JDIH ini sangat dibutuhkan oleh para mahasiswa yang sedang menyusun tugas mata kuliah maupun tugas akhir.

“Keberadaan JDIH ini sangat membantu mahasiswa dalam mengakses produk hukum yang diperlukan dalam penyusunan tugas akhir perkuliahan,” ujarnya.

jdih4.jpg

Sosialisasi yang berlangsung di Kampus Unwira ini menghadirkan dua orang narasumber dari Kanwil Kemenkumham NTT. Yakni, Kepala Sub Bidang Penyuluhan Hukum, Bantuan Hukum dan JDIH, Bernadete Benedictus serta Analis Hukum Ahli Pertama, Sergius Sahat Putra Utama.

Bernadete menjelaskan mengenai struktur organisasi Kanwil Kementerian Hukum dan HAM serta menjelaskan bahwa layanan JDIH ini berada pada Bidang Hukum. Pihaknya berharap, kegiatan sosialisasi ini dapat memberikan pemahaman lebih mendalam kepada masyarakat khususnya bagi mahasiswa tentang peran penting JDIH. Mengingat, layanan JDIH masih belum banyak diketahui oleh masyarakat dibandingkan dengan layanan-layanan lainnya yang ada di Kantor Wilayah.

“Pada website JDIH dan perpustakaan hukum Kanwil memiliki koleksi buku dan peraturan perundangan-undangan yang cukup lengkap,” ungkapnya.

jdih3.jpg

Sementara itu, Sergius Sahat memaparkan bahwa JDIH menyediakan akses kepada peraturan perundang-undangan, kebijakan, dan informasi hukum lainnya. “Layanan JDIH telah menjadi sumber informasi yang kredibel dan terpercaya bagi masyarakat khususnya bagi mahasiswa yang memerlukan data dan informasi hukum,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan, Fakultas Hukum Unwira juga merupakan anggota JDIHN namun sampai saat ini belum memiliki website JDIH serta belum terintegrasi dengan Portal JDIH. Oleh karena itu, Sergius mendorong FH Unwira agar segera memiliki website dan mengintegrasikan website JDIH dengan portal JDIHN.

Selama acara sosialisasi, peserta diberikan panduan tentang cara mengakses dan memanfaatkan situs web JDIH, termasuk cara mencari monografi hukum, artikel hukum serta peraturan perundang-undangan hukum lainnya. Acara ini juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk berinteraksi langsung dengan tim JDIH dan mengajukan pertanyaan terkait informasi hukum yang mereka butuhkan.

jdih.jpg

Kemendikbud Ambil Langkah Hukum soal Malaysia Jiplak Lagu Halo-halo Bandung

Kemendikbud Ambil Langkah Hukum soal Malaysia Jiplak Lagu Halo-halo Bandung

Jakarta

Kementrian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah melayangkan protes terhadap kanal YouTube berisi lagu Malaysia yang diduga menjiplak karya Ismail Marzuki berjudul ‘Halo-halo Bandung‘. Kemendikbud disebut siap melakukan gugatan terkait kesamaan lagu milik Indonesia itu.

“Jadi ini bermula dari diunggahnya lagu berjudul ‘Helo Kuala Lumpur’ pada 30 Juni 2018, jadi sudah lima tahun yang lalu di Channel YouTube Lagu Kanak TV dan kebanyakan isinya memang lagu-lagu Melayu dan Malaysia,” kata Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid dalam rapat kerja bersama Komisi X, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (13/9/2023).

Hilmar mengatakan tadi pagi Kemendikbud sudah melayangkan protes ke kanal YouTube tersebut. Jika pihak YouTube melihat adanya kesamaan subtansial, maka bisa saja video tersebut ditake down atau diturunkan dari tayangan YouTube.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kami Kemendikbud tadi pagi sudah melayangkan protes ke kanal YouTube dan meminta agar kasus ini ditangani segera. Jika secara substansial YouTube memang melihat ada kesamaan seperti yang tadi dimaksud maka itu juga akan diturunkan ya, lagu itu,” ujar Hilmar.

Pada saat bersamaan, katanya, KBRI Kuala Lumpur juga sudah melayangkan aduan ke Malaysian Communications and Multimedia Comission atau lembaga sejenis KPI. Ia menekankan sebenarnya langkah hukum bisa ditempuh atas kasus ini.

“Masa berlaku dari hak ciptanya juga menurut UU nomor 28 tahun 2014 pasal 58 masih ada pada Ismail Marzuki karena berlaku sampai 70 tahun, Jadi kalau dihitung Ismail Marzuki wafat 25 mei 1958, maka perlindungan terhadap hak ciptanya ini berlaku sampai 1 Januari 2029,” ucap Hilmar.

“Nah, kami juga siap kalau memang mau mengambil langkah hukum dengan kesaksian atau tenaga ahli ya, yang bisa membuktikan adanya kesamaan substansial di antara kedua lagu tersebut karena itu harus ada di dalam gugatan seandainya dilakukan,” imbuhnya.

Sebelumnya, warganet heboh setelah mendengar sebuah lagu yang diunggah oleh channel YouTube berbahasa Melayu, Lagu Kanak TV. Channel tersebut mengunggah lagu berjudul ‘Helo Kuala Lumpur’.

Lagu tersebut diunggah pada 27 Mei 2020. Namun netizen ramai membicarakan konten tersebut sejak Senin (11/9).

Mereka menduga ‘Helo Kuala Lumpur’ adalah hasil jiplakan dari lagu ‘Halo-halo Bandung’. Saat didengarkan melodi dan nadanya memang serupa, bedanya, beberapa lirik lagu karya Ismail Marzuki tersebut diubah.

“Hello Kuala Lumpur, Ibu kota keriangan// Hello Kuala Lumpur, kota kenang-kenangan// Sudah lama aku, tidak berjumpa denganmu, sekarang sudah semakin maju, aku suka sekali//” begitu lirik ‘Helo Kuala Lumpur’.

(dwr/maa)

Singgung Vonis Kasasi Ferdy Sambo, Megawati: Hukum Dimainkan

Singgung Vonis Kasasi Ferdy Sambo, Megawati: Hukum Dimainkan



Jogja

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyinggung praktik hukum di Indonesia. Dia menyebut kasus Ferdy Sambo sebagai contoh bahwa hukum di Indonesia masih menjadi permainan.

Hal itu disampaikan Megawati saat memberikan arahan kepada kader-kader PDIP DIY di aula lantai 3 kantor DPD PDIP DIY, Kota Jogja.

Diketahui, Megawati juga menjabat sebagai Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Ia menegaskan jika hukum di Indonesia harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

“Sekarang aku ngomong soal polisi, si Sambo itu,” ujar Megawati di kantor DPD PDIP DIY, Selasa (22/8/2023).

Dia menyebut bahwa salah satu amanat dari Pancasila adalah perikemanusiaan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama di mata hukum, artinya nggak laki, nggak perempuan, nggak cacat, nggak orang tua, haknya sama,” lanjutnya.

Menurut Megawati, pengurangan hukuman atas Sambo dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup menunjukkan bahwa hukum dipermainkan. Dia mengaku tidak terima dengan vonis tersebut.

“Karena dia kaya kah, atau karena dia nggak punya duit kah, karena dia nggak punya koneksi kah, maka dibikin begitu saja, itu yang saya nggak terima, Republik ini dibangun dengan Pancasila,” tambahnya.

“Itu menurut saya hukum dimainkan. Pengadilan pertama hukum mati, kedua hukuman mati, kok MA menurunkan,” tegas Megawati.

Simak Video “Megawati Nangis Lihat Kasus Sambo, Pertanyakan Proses Hukum di RI
[Gambas:Video 20detik]
(ahr/rih)

Kuasa Hukum Sebut “Body Checking” Finalis Miss Universe Indonesia Salahi Aturan

Kuasa Hukum Sebut “Body Checking” Finalis Miss Universe Indonesia Salahi Aturan

JAKARTA, KOMPAS.com – Kuasa hukum finalis Miss Universe Indonesia 2023 berinisial N, Mellisa Anggraini, menyatakan bahwa body checking yang dilakukan oleh oknum event organizer (EO) acara tersebut menyalahi aturan.

Sebab, kegiatan body checking itu dihadiri beberapa laki-laki, bahkan N difoto tanpa busana.

Karena itu, N melaporkan dugaan pelecehan seksual karena difoto tanpa busana saat body checking, yang sebenarnya tidak masuk dalam rundown acara.

Baca juga: Finalis Miss Universe Indonesia 2023 Lapor Polisi atas Dugaan Pelecehan Saat Body Checking

Mellisa berujar, kegiatan body checking sebenarnya lumrah dilakukan dalam acara kecantikan, tetapi tidak difoto.

“Tetapi tidak pernah difoto, karena itu rentan untuk disalahgunakan. Siapa yang bisa menjamin dia tidak menyebarluaskan,” ujar Mellisa kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Senin (7/8/2023).

“Jangan sampai hari ini tidak ada masalah, lima tahun ke depan beredar foto teman-teman ini,” tambah dia.

Baca juga: Kronologi Dugaan Pelecehan Seksual Finalis Miss Universe Indonesia, Difoto Tanpa Busana Saat Body Checking

Selain itu,body checking harus dilakukan sesuai prosedur, misalnya dilakukan di tempat privat dan hanya dihadiri sesama jenis.

“Tempatnya privat, sesama jenis, dalam artian kalau yang diperiksa yang dicek adalah perempuan, maka yang memeriksa selayaknya perempuan,” ucap dia.

“Kami kan ada norma dan hukum yang berlaku, seperti yang mereka sampaikan dalam perjanjian,” tambah Mellisa.

Adapun N telah melaporkan dugaan pelecehan seksual saat body checking oleh EO acara Miss Universe Indonesia 2023 pada 1 Agustus 2023.

Laporan itu terdaftar dengan nomor LP/B/4598/VII/2023 SPKT POLDA METRO JAYA tertanggal 7 Agustus 2023.


Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tindakan Anggota TNI ”Datangi” Polrestabes Medan Cederai Prinsip Negara Hukum

Tindakan Anggota TNI ”Datangi” Polrestabes Medan Cederai Prinsip Negara Hukum

Calon perwira remaja dari tiga matra TNI di Upacara Prasetya Perwira (Praspa) TNI-Polri tahun 2023 yang digelar di halaman Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu (26/6/2023). Dalam kesempatan tersebut, Presiden Joko melantik dan mengambil sumpah para calon perwira remaja (capaja) yang berjumlah 833 orang dari matra TNI dan kepolisian.
MAWAR KUSUMA WULAN/KOMPAS

Calon perwira remaja dari tiga matra TNI di Upacara Prasetya Perwira (Praspa) TNI-Polri tahun 2023 yang digelar di halaman Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu (26/6/2023). Dalam kesempatan tersebut, Presiden Joko melantik dan mengambil sumpah para calon perwira remaja (capaja) yang berjumlah 833 orang dari matra TNI dan kepolisian.

JAKARTA, KOMPAS — Kelompok masyarakat sipil menilai insiden sekelompok prajurit TNI yang mendatangi Kepolisian Resor Kota Besar Medan, Sumatera Utara, merupakan bentuk pelecehan terhadap Indonesia sebagai negara hukum. Kejadian yang terus berulang semacam itu memperlihatkan adanya persoalan kultural dan struktural yang belum selesai dari reformasi di sektor keamanan.

Hal itu disampaikan kelompok masyarakat sipil dalam jumpa pers daring, Minggu (6/8/2023), yang diselenggarakan untuk menanggapi peristiwa tentang sekelompok anggota TNI yang mendatangi Polrestabes Medan pada Sabtu (5/7/2023). Sebagaimana dilaporkan Kompas.com, sekelompok personel TNI yang mendatangi Polrestabes Medan terkait dengan status penahanan ARH, seorang tersangka pemalsuan surat keterangan lahan sebuah perusahaan di Sumatera Utara.

Ketua Forum de Facto Feri Kusuma berpandangan, peristiwa semacam itu tidak terjadi pertama kali, tetapi sudah beberapa kali terjadi dan terus berulang. Peristiwa semacam itu menunjukkan adanya ancaman militer terhadap supremasi hukum, demokrasi, serta penegakan hukum.

”Ini tidak hanya melanggar Undang-Undang tentang TNI, tapi banyak instrumen yang dilanggar. Dari sisi kode etik itu pelanggaran, dari sisi hukum pidana itu pelanggaran, dari sisi hak asasi manusia itu sebagai salah satu bentuk ancaman, dan dari sisi antar lembaga itu semua ancaman,” kata Feri.

Terhadap pelanggaran tersebut, menurut Feri, mestinya para anggota TNI tersebut tidak hanya dikenakan pelanggaran kode etik, tetapi juga dipecat. Sebab, TNI dibentuk untuk mencetak prajurit yang profesional yang tunduk pada Undang-Undang Dasar 1945, ketentuan hukum, demokrasi dan hak asasi manusia.

Tangkapan layar Ketua Forum de Facto Feri Kusuma
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR

Tangkapan layar Ketua Forum de Facto Feri Kusuma

Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai bahwa kejadian di Medan tersebut merupakan bentuk rendahnya penghormatan dan penerimaan anggota TNI terhadap hukum yang ada, termasuk proses penegakan hukumnya. Sikap tersebut tidak hanya sebentuk arogansi, tetapi juga juga anggapan bahwa mereka adalah warga dengan keistimewaan.

”Tindakan main hakim sendiri, penggerudukan, intimidasi yang itu dilakukan terhadap institusi negara itu dianggap normal dan dibenarkan oleh mereka untuk dilakukan. Ini bukan praktik yang baik, melainkan buruk,” ujar Gufron.

Adapun, Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengatakan, kedatangan penasihat hukum Kodam I/Bukit Barisan dan beberapa anggotanya ke Polrestabes Medan untuk berkoordinasi terkait status penahanan ARH, saudara dari Mayor Dedi Hasibuan. Hadi mengatakan, kedatangan Mayor Dedi dan beberapa anggotanya untuk mengetahui sejauh mana proses hukum terhadap ARH dalam perkara dugaan pemalsuan surat keterangan tanah yang menjerat ARH.

”Semua ini dalam koridor koordinasi terkait persoalan hukum. Pada prinsipnya, kepolisian profesional dalam menegakan hukum berdasarkan aturan yang berlaku,” ujarnya seperti dikutip dari Kompas.com (6/8/2023).

Kepala Penerangan Kodam I Bukit Barisan Kolonel (Inf) Riko Siagian menyampaikan hal yang sama bahwa Mayor Dedi Hasibuan bertindak sebagai penasihat hukum ARH yang juga merupakan saudaranya. Kapendam juga menyesalkan terkait Mayor Dedi Hasibuan yang membawa anggota TNI mendatangi Kasat Reskrim.

”Kodam I Bukit Barisan dan Polda Sumut solid dan berkomitmen setiap persoalan hukum mempercayakan semua prosesnya terhadap kepolisian. Juga dalam hal ini kepada Polrestabes Medan,” ujar Riko (Kompas.com 6/8/2023).

Bentuk intervensi

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya Saputra berpandangan, yang dilakukan anggota TNI di Polrestabes Medan tersebut bukanlah koordinasi, melainkan intimidasi yang merupakan bentuk intervensi terhadap penegakan hukum. Hal semacam itu termasuk dalam tindakan perintangan terhadap proses hukum (obstruction of justice).

Oleh karena itu, kata Dimas, tindakan semacam itu sama sekali tidak bisa dibenarkan. Selain telah mengganggu independensi hukum, kejadian itu juga menunjukkan arogansi yang ditunjukkan militer yang ternyata masih terus tumbuh dalam diri anggotanya. Hal itu menunjukkan masih perlunya perbaikan di tubuh militer baik secara struktural maupun kultural. Selain itu, peristiwa tersebut sekaligus menegaskan kembali wacana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Tangkapan layar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya Saputra
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR

Tangkapan layar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya Saputra

Menurut catatan peneliti dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Annisa Azzahra, sepanjang tahun 2023, aksi penggerudukan kantor polisi oleh anggota TNI sudah terjadi empat kali, mulai dari puluhan hingga ratusan personel. Tindakan intimidatif semacam itu dipastikan akan memengaruhi proses penegakan hukum yang dijalankan kepolisian sehingga proses penegakan hukum yang jujur, adil, serta bebas intervensi tidak tercipta.

”Jika mereka merasa ada yang salah, seharusnya yang mereka lakukan adalah memberikan laporan adanya proses yang salah, bukan menggeruduk dan mengintimidasi,” kata Annisa.

Berangkat dari peristiwa tersebut, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar memaparkan adanya masalah di dalam reformasi militer yang merupakan bagian dari reformasi di sektor keamanan. Ketika Reformasi tahun 1998 ingin mengembalikan kedaulatan hukum dan menempatkan militer agar bekerja sesuai hukum, tetapi ternyata instrumen untuk mendukung akuntabilitas dalam menjalankan proses itu belum memadai.

Hal itu tampak dari belum direvisinya UU No 31/1997 tentang Peradilan Militer. Padahal, UU tersebut merupakan instrumen kunci untuk memastikan akuntabilitas dari seluruh tindakan dan pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh TNI. Sebaliknya, UU tersebut justru menciptakan situasi impunitas.

”Situasi yang hampir mirip, hari ini terjadi intimidasi hukum dengan memperlihatkan kekuatan militer. Ini berarti tidak ada jaminan terhadap keberulangan. Ini tentu akan mencederai negara hukum itu sendiri,” tutur Wahyudi.

Untuk menghindari hal serupa, kata dia, revisi UU tentang Peradilan Militer mesti dilakukan. Di sisi lain, kontrol masyarakat sipil harus diperkuat, termasuk mendorong anggota DPR untuk merespons secara keras dan tegas terhadap kejadian semacam itu.

Tangkapan layar Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR

Tangkapan layar Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar

Soliditas artifisial

Melalui keterangan tertulis, Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi berpandangan, kejadian semacam itu akan mendorong terciptanya ”normalisasi intimidasi” penegakan hukum di banyak sektor. Pola penyelesaian semacam itu sudah berulang kali terjadi, seperti sebelumnya terjadi di Kupang dan di Kabupaten Jeneponto pada April lalu, yang semuanya berakhir dengan pernyataan bersama antara perwakilan institusi TNI dan Polri.

”Sinergi dan soliditas artifisial inilah yang membuat kasus serupa berulang dan tidak pernah diselesaikan dalam kerangka relasi sipil-militer yang sehat dalam negara demokratis dan kepatuhan asas kesamaan di muka hukum dalam kerangka negara hukum. Supremasi TNI dengan privilese peradilan militer adalah salah satu penyebab permanen terjadinya normalisasi berupa intervensi penegakan hukum,” terang Hendardi.

Hendardi berharap agar Komando Daerah Militer (Kodam) I/Bukit Barisan memeriksa dan memastikan peristiwa serupa tidak berulang serta memberikan sanksi setimpal terhadap pelanggaran disiplin prajurit. Sementara institusi kepolisian diharapkan menginvestigasi duduk perkara yang memicu normalisasi intimidasi penegakan hukum tersebut.

”Dalam jangka panjang, pekerjaan rumah membangun relasi sipil-militer yang sehat harus terus dilakukan, khususnya oleh presiden dan DPR sebagai institusi pembentuk hukum,” ujar Hendardi.

Presiden Joko Widodo didampingi Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berjalan menuju ruang Rapat Pimpinan TNI-Polri di Jakarta, Rabu (8/2/2023). Pada acara tersebut, Joko Widodo menyampaikan beberapa hal seperti investasi dan hilirisasi, kebakaran hutan, dan menjaga kondusivitas di tahun politik. Presiden juga meminta TNI dan Polri menjaga agar industrialisasi dan hilirisasi berjalan dengan baik dan tidak terjadi gangguan serta agar tidak terlibat dalam politik praktis.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Presiden Joko Widodo didampingi Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berjalan menuju ruang Rapat Pimpinan TNI-Polri di Jakarta, Rabu (8/2/2023). Pada acara tersebut, Joko Widodo menyampaikan beberapa hal seperti investasi dan hilirisasi, kebakaran hutan, dan menjaga kondusivitas di tahun politik. Presiden juga meminta TNI dan Polri menjaga agar industrialisasi dan hilirisasi berjalan dengan baik dan tidak terjadi gangguan serta agar tidak terlibat dalam politik praktis.

Sinopsis Longing For You, Drama Korea Thriller Hukum yang Dibintangi oleh Na In Woo dan Kim Ji Eun

Sinopsis Longing For You, Drama Korea Thriller Hukum yang Dibintangi oleh Na In Woo dan Kim Ji Eun

TRIBUNJATIM.COM – Di penghujung Juli 2023 ini, ada satu lagi drama Korea yang siap tayang menghibur para penonton.

Drama Korea itu bertajuk Longing for You yang memasangkan dua bintang muda dengan banyak pengalaman akting yakni Na In Woo dan Kim Ji Eun.

Longing for You mengusung genre thriller hukum yang kini banyak dinikmati penonton drama Korea.

Selain itu ada beberapa alasan lain mengapa drama garapan ENA ini layak untuk ditonton.

Simak info selengkapnya berikut ini:

1. Pemain utama drama Korea Longing For You

Longing for You mengusung genre thriller hukum yang kini banyak dinikmati penonton drama Korea.
Longing for You mengusung genre thriller hukum yang kini banyak dinikmati penonton drama Korea.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, Longing for You mendapuk Na In Woo sebagai pemeran utama pria.

Aktor kelahiran tahun 1994 ini telah banyak menjadi pemeran utama drama seperti di “Her Bucket List“, “Jinxed at First” hingga “Cleaning Up“.

Meskipun bertualang ke genre misteri untuk pertama kalinya, Na In Woo dikatakan membuat terkesan dengan aktingnya sebagai pemeran utama Longing for You.

Na In Woo beradu akting dengan Kim Ji Eun, aktris yang aktingnya sudah sering mendapatkan pujian.

Kim Ji Eun yang memulai akting di drama sejak 2018 sudah banyak membintangi proyek seperti “Doctor Prisoner“, “Strangers From Hell“, “The Veil“, “Again My Life“, dan “One Dollar Lawyer“. Dari sekian banyak drama itu, aktingnya tidak pernah dikritik.

2. Penulis naskah drama Korea Longing For You

Drama Korea itu bertajuk Longing for You yang memasangkan Na In Woo dan Kim Ji Eun.
Drama Korea bertajuk Longing for You memasangkan dua bintang muda dengan banyak pengalaman akting yakni Na In Woo dan Kim Ji Eun.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, Longing for You mendapuk Na In Woo sebagai pemeran utama pria. Aktor kelahiran tahun 1994 ini telah banyak menjadi pemeran utama drama seperti di “Her Bucket List“, “Jinxed at First” hingga “Cleaning Up“.

Meskipun bertualang ke genre misteri untuk pertama kalinya, Na In Woo dikatakan membuat terkesan dengan aktingnya sebagai pemeran utama Longing for You.