Menarik! Ilmuwan Temukan Fakta Cara Buaya Berkomunikasi

Menarik! Ilmuwan Temukan Fakta Cara Buaya Berkomunikasi

JawaPos.com – Selain komodo, buaya juga merupakan reptil yang mampu bertahan hidup sampai saat ini sejak zaman dinosaurus silam. Caranya mencari mangsa dengan senyap-senyap lalu menyergap, membuat buaya dijuluki sebagai reptil silent killer.

Bagaimana buaya bisa mempertahankan spesiesnya sampai di zaman ini, menarik perhatian para ilmuwan untuk meneliti bagaimana kehidupan buaya dengan kelompoknya, bagaimana mereka bertahan hidup, dan bagaimana mereka berkomunikasi satu sama lain.

Ternyata, buaya memiliki cara unik untuk mereka berkomunikasi dengan jenisnya. Alih-alih bersuara, buaya justru berkomunikasi dengan memanfaatkan perantara alam, misalnya air, gerakannya di atas tanah dan dengan kulit atau sisiknya.

Baca Juga: Gol Ezra Walian Diganjar Gol Terbaik Liga 1, Modal Penting Persib Hadapi Persija Jakarta

“Peneliti ini berhasil memecahkan makna dari setiap jenis suara yang dikeluarkan buaya seperti geraman, gedebuk, tamparan di kepala dan juga gerakan tubuh lainnya yang biasa dilakukan buaya air asin (Crocodylus porosus),” kata Ronny Rachman Noor, Pakar Genetika Ekologi IPB University, dikutip dari situs resmi IPB University, Selasa (29/8).

Ronny menjelaskan, bila ditelisik dari Ilmu Ekologi Akustik, buaya sebenarnya memiliki kemampuan memompa setiap sisik di punggungnya atau osteodermata. Aktivitas ini memiliki suara dengan frekuensi rendah, meski begitu, osteodermata ternyata mampu merambat sangat jauh di dalam air.

Dengan kekuatan itu, para buaya melakukan osteodermata untuk dapat berkomunikasi satu sama lain, bahkan meski jarak mereka berjauhan. Berkomunikasi dalam kehidupan buaya, juga termasuk untuk memenuhi kebutuhan reproduksi mereka.

Baca Juga: Raih Posisi Terbaik Kedua di Sub-Industri Batu Bara Global, Bukti Komitmen terhadap ESG

“Dengan berbagai jenis suara tersebut, buaya dapat menginformasikan keberadaan atau status reproduksinya kepada buaya lain guna mencari pasangan untuk berkembang biak. Suara tersebut juga dapat menginformasikan wilayah-wilayahnya kepada buaya lain,” lanjutnya.

Tak hanya osteodermata, komunikasi buaya juga bisa diidentifikasi dari gerakannya saat mengeluarkan suara di dalam air yang menimbulkan gelembung atau semburan air ke permukaan.

Disebut dengan Geysering narial, menurut para ahli, saat buaya melakukan gerakan tersebut tandanya mereka sedang berpacaran dengan pasangannya. Fakta menarik tentang bagaimana buaya berkomunikasi ini, lantas menjadi jawaban tentang rahasia buaya bisa bertahan hidup selama berabad-abad hingga saat ini.

Baca Juga: Sri Mulyani: Ekonomi Halal RI Bisa Tingkatkan PDB USD 5,1 Miliar per Tahun

Mereka memanfaatkan alam, khususnya air, untuk dapat menyambung komunikasi, bertahan hidup, dan melahirkan keturunannya. Ronny juga menyebut, bahwa siklus dan cara hidup yang diterapkan buaya merupakan cara adaptasi paling bagus.

“Pemanfaatan air dan dipadukan dengan suara dan gerakan merupakan salah satu contoh adaptasi buaya yang luar biasa, yang memungkinkannya bertahan hidup dan berkembang biak,” pungkasnya.

Kesemuanya itu, lantas ditarik kesimpulan bahwa nenek moyang buaya yakni archosaurus, berhasil menurunkan cara bertahan hidup dan berevolusi yang sempurna kepada spesiesnya sejak jaman dulu. Seperti halnya burung yang berevolusi sejak 66-69 juta tahun lalu, dengan melahirkan syrinx atau suara untuk berkomunikasi satu sama lain.

Baca Juga: Polisi Ungkap Peran Kakak Ipar Praka Riswandi Malik Dalam Kasus Pembunuhan Imam Masykur

“Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan ekstrim memang menjadi salah satu keunggulannya. kunci untuk menjaga keberadaan buaya di muka bumi, namun mungkin ada faktor lain seperti kemampuan komunikasi yang juga berperan sangat besar,” jelasnya.

Dengan fakta-fakta tersebut, para ilmuan telah berhasil memberikan kontribusi bagi dunia satwa, dalam hal ini buaya, untuk kemudian diterapkan di program konservasi baik di penangkaran maupun alam liar.

Pro Vs Kontra Pendapat Ilmuwan soal Limbah Nuklir Jepang

Pro Vs Kontra Pendapat Ilmuwan soal Limbah Nuklir Jepang



Jakarta

Pembuangan 1,25 juta ton limbah nuklir Fukushima ke laut Samudera Pasifik oleh pemerintah Jepang telah direalisasikan, Kamis (24/8/2023) lalu. Hal ini membuat gempar dunia disertai pro dan kontra pendapat ilmuwan.

Dikutip dari BBC.com, Jepang akan membuang air limbah nuklir itu secara bertahap setelah mendapat lampu hijau dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Proses ini dijadwalkan dari Agustus 2023 hingga akhir Maret 2024.

Satu faktor yang membuat heboh dunia terkait pembuangan limbah nuklir Jepang ini adalah karena hadirnya unsur radioaktif hidrogen yang disebut tritium. Bila Jepang mampu menghilangkan semua unsur ini sebelum dialirkan ke laut, mungkin hal ini tidak akan menjadi kontroversi.

Masalahnya, tidak ada teknologi yang dapat menghilangkan unsur radioaktif ini. Sehingga Jepang memilih opsi untuk mengencerkan (dilute) air sebelum dilarungkan ke laut.

Pro Vs Kontra Pendapat Ilmuwan Dunia

Pro

Sebagian ilmuwan berpendapat pelepasan ini aman dilakukan karena tritium dapat ditemukan di air di seluruh dunia. Terlebih analisis yang dilakukan IAEA menjelaskan konsentrasi tritium dalam air yang dibuang Jepang jauh di batas ambang operasional yaitu 1.500 becquerel per liter (Bq/L).

Batas ini enam kali lebih kecil dari batas air minum yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 10.000 Bq/L untuk standar radioaktivitas. Mengenai hal ini, James Smith profesor ilmu lingkungan dan geologi di Universitas Portsmouth mengatakan bila secara teori, air limbah nuklir Jepang bisa diminum.

Hal ini karena limbah sudah diolah ketika disimpan dan kemudian diencerkan. Satu ilmuwan lain yang setuju adalah fisikawan David Bailey dari Perancis yang mengukur tentang radioaktivitas.

Ia setuju air ini aman karena kuncinya adalah berapa banyak kadar tritium di air tersebut.

“Pada tingkat tersebut, tidak ada masalah dengan spesies laut, kecuali kita melihat penurunan populasi ikan yang parah,” ujarnya dikutip, Senin (28/8/2023).

Kontra

Meski dinilai aman, para kritikus yang juga ilmuwan mengakui perlu dilakukannya lebih banyak penelitian. Terutama tentang dampak yang timbul di dasar laut, kehidupan laut, hingga manusia.

Emily Hammond, pakar hukum energi dan lingkungan Universitas George Washington menyatakan tingkat radionuklida (tritium) akan menimbulkan pertanyaan baru yang tidak dapat dijawab sepenuhnya oleh ilmu pengetahuan. Ia menekankan meski di tingkat sangat rendah, apa yang bisa dinilai aman dari limbah nuklir.

“Kepatuhan standar tidak berarti bila tidak ada konsekuensi terhadap lingkungan atau manusia yang disebabkan oleh keputusan tersebut,” jelas Hammond.

Selanjutnya adal ahli biologi kelautan dari Universitas Hawaii yakni Robert Richmond yang hadir di sisi kontra. Ia khawatir Jepang tidak mampu mendeteksi apa yang masuk ke dalam air sehingga dampak radiologi dan ekologi terabaikan.

Terakhir, kelompok lingkungan Greenpeace merujuk pada penelitian yang melibatkan para ilmuwan di Universitas South Carolina di bulan April 2023 lalu. Shaun Burnie, spesialis nuklir senior di Greenpeace Asia Timur menjelaskan tritium memiliki efek negatif.

“Efek negatif langsung akan terjadi pada tanaman dan hewan yang menelan tritium secara langsung. Akibatnya tanaman bisa berkurang kesuburannya dan struktur selnya rusak termasuk pada DNA,” jelas Shaun.

Diketahui, limbah nuklir yang dibuang oleh Jepang berasal dari pembangkit nuklir Fukushima yang bocor akibat gempa dan tsunami yang terjadi pada 2011 silam. Isu ini sudah berkembang sejak tahun 2021 lalu dan direalisasikan tahun 2023.

Simak Video ‘Buntut Buang Limbah Nuklir, Jepang Diamuk Warga China Via Telepon’:

[Gambas:Video 20detik]

(nah/nah)

Cetak Rekor, Ilmuwan Kembangkan Cat Paling Putih di Dunia yang Bisa Bikin Bumi Lebih Dingin

Cetak Rekor, Ilmuwan Kembangkan Cat Paling Putih di Dunia yang Bisa Bikin Bumi Lebih Dingin

Beauties, mungkin kamu sudah tidak asing dengan anjuran untuk tidak mengenakan pakaian berwarna gelap saat cuaca panas. Sebab, warna gelap akan menyerap panas. Sebaliknya, gunakan warna-warna terang saat cuaca panas, misalnya putih.

Hal inilah yang menjadi dasar bagi ilmuwan di Universitas Purdue untuk mencari cara mendinginkan gedung, pesawat, dan bahkan mobil dengan cat paling putih di dunia.

Ilmuwan di Universitas Purdue mengembangkan cat super putih yang memantulkan 95,5 persen sinar matahari pada 2020. Cat paling putih di dunia ini diklaim bisa bikin bumi lebih dingin, Beauties.

Seiring berjalannya waktu, para ilmuwan itu berhasil membuat cat tersebut menjadi lebih putih, dengan formula baru yang meningkatkan pantulan sinar matahari hingga 98,1 persen. Cat itu berhasil mencetak rekor sebagai cat terputih oleh Guinness World Records.




Cat paling putih di duniaCat paling putih di dunia/ Foto: Dok. Purdue University

“Kami tidak benar-benar mencoba mengembangkan cat paling putih di dunia,” kata Xiulin Ruan, seorang profesor teknik mesin Purdue yang mengawasi penelitian tersebut kepada New York Times, dilansir dari artnet.

“Kami ingin membantu dengan perubahan iklim, dan sekarang ini lebih merupakan krisis, dan semakin buruk. Kami ingin melihat apakah mungkin membantu menghemat energi sambil mendinginkan Bumi,” lanjutnya.

Dengan mata telanjang, mungkin tidak terlihat bahwa kamu sedang melihat cat paling putih. Karena cat menyebarkan sinar matahari saat memantulkannya dan tidak ada efek menyilaukan.

Lantas, apa kegunaan cat paling putih ini? Cat ultra-putih Purdue menjaga permukaan tetap dingin saat disentuh bahkan dalam panas terik. Dibandingkan dengan suhu udara di sore hari, permukaan yang dicat putih paling putih bisa lebih dingin delapan derajat Fahrenheit. Pada malam hari, perbedaannya bahkan lebih terasa, yaitu hingga 19 derajat.

Manfaat Cat Paling Putih




Cat paling putih di duniaCat paling putih di dunia/ Foto: Dok. Purdue University

Mengecat bangunan dengan cat palling putih itu dapat membantu mengimbangi efek pulau panas perkotaan, yang disebabkan karena sebagian besar bangunan buatan manusia menyerap lebih banyak panas daripada pemandangan alam, yang bisa menyebabkan kenaikan suhu.

Tim Purdue menciptakan cat ultra-putih awal mereka dengan partikel kalsium karbonat. Versi baru—hasil penelitian selama enam tahun yang menguji lebih dari 100 bahan berbeda—dibuat dengan barium sulfat.

“Kami menemukan bahwa dengan menggunakan barium sulfat, Anda secara teoritis dapat membuat sesuatu benar-benar reflektif, yang berarti bahwa mereka benar-benar putih,” ujar Xiangyu Li, seorang mahasiswa di lab Ruan, mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Mereka mencatat bahwa konsentrasi partikel barium sulfat yang lebih tinggi meningkatkan reflektifitas, tetapi menambahkan terlalu banyak bisa membuat cat mudah retak.

Cat putih telah lama digunakan di iklim panas di atap rumah dan eksterior bangunan untuk menjaga agar rumah tetap sejuk. Namun karena cat tradisional hanya memantulkan 80 persen hingga 90 persen sinar matahari, panas terus meningkat.

Dengan cat paling putih ini, Ruan seolah-olah telah menciptakan ‘AC’ yang beroperasi dengan energi nol—dan tanpa sisi negatif dari memancarkan panas ke luar bahkan saat AC mendinginkan interior. Kebutuhan AC pada gedung yang dilapisi cat barium sulfat diperkirakan turun hingga 40 persen.

Berapa Banyak Cat yang Dibutuhkan untuk Membuat Dampak Nyata pada Suhu Bumi?




Cat paling putih buatan ilmuwan Universitas PurdueCat paling putih buatan ilmuwan Universitas Purdue/ Foto: Dok. Purdue University

Meskipun cat putih paling putih adalah reflektor yang efektif, dibutuhkan dalam jumlah banyak untuk membuat dampak nyata pada suhu bumi.

Pada tahun 2019, sebuah studi di jurnal Joule menemukan bahwa untuk menghentikan kenaikan suhu global, manusia perlu menutupi satu hingga dua persen permukaan bumi dengan bahan reflektif seperti cat putih paling putih. Itu hanya lebih dari setengah luas Gurun Sahara.

Purdue mengembangkan cat paling putih untuk digunakan di atap rumah, tetapi minat terhadap cat telah tersebar luas.

“Saya telah dihubungi oleh semua orang mulai dari produsen pesawat ruang angkasa hingga arsitek hingga perusahaan yang membuat pakaian dan sepatu,” kata Ruan dalam sebuah pernyataan. “Mereka kebanyakan memiliki dua pertanyaan: Di mana saya bisa membelinya, dan bisakah Anda membuatnya lebih tipis?”

Sebagai tanggapan, tim Ruan mengubah formula untuk membuat versi yang lebih ringan untuk digunakan mobil.

Versi komersial cat paling putih tidak akan tersedia setidaknya selama satu tahun. Sementara itu lab Ruan bekerja sama dengan perusahaan manufaktur cat yang belum diumumkan untuk membuatnya lebih tahan lama dan tahan kotoran, serta mengembangkan warna lain yang menggunakan ultra-putih sebagai dasar, juga meningkatkan sifat reflektifnya.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!



(naq/naq)