Liputan6.com, Gaza – Mengibarkan bendera putih dan memegang bukti identitas tinggi-tinggi, warga Gaza utara menempuh perjalanan ke selatan. Pemandangan tersebut diabadikan pada Selasa (7/11/2023), selama jeda empat jam yang diberikan pasukan Israel agar warga sipil mengosongkan Gaza utara.
Video yang beredar, termasuk yang dipublikasikan oleh otoritas Israel, menunjukkan sejumlah warga Palestina berjalan menuju Gaza selatan, termasuk di antaranya anak-anak, perempuan, kaum lanjut usia.
“Yang terjadi: Ribuan orang melintasi koridor evakuasi yang dibuka @IDF (Pasukan Pertahanan Israel) bagi warga sipil di Gaza utara untuk bergerak ke selatan,” tulis COGAT, unit di Kementerian Pertahanan Israel, di X alias Twitter
🚨Happening now: Thousands pass through the evacuation corridor the @IDF opened for civilians in northern Gaza to move southwards. pic.twitter.com/lq7ZpfMiM4
— COGAT (@cogatonline) November 7, 2023
Berbicara kepada CNN sebelum melintas pos pemeriksaan IDF yang didirikan di Jalan Salah Eddin, salah satu dari dua jalan raya utama utara-selatan Gaza, para pengungsi mengatakan mereka telah berjalan berjam-jam. Beberapa dari mereka tidak membawa apa-apa selain botol air, sementara yang lain membawa bendera putih, menandakan harapan mereka untuk perjalanan yang aman.
IDF telah berulang kali “memaksa” warga sipil Gaza pindah ke selatan, sementara mereka mengintensifkan serangannya terhadap Hamas di Kota Gaza dan Gaza utara.
Wedad Al-Ghoul, yang bepergian bersama putranya yang masih kecil, mengatakan bahwa dia telah berjalan sejauh 8 hingga 9 kilometer dari rumahnya di pantai Gaza.
“Saya membawa tanda pengenal saya karena saya diberitahu bahwa itu (jalan) akan aman, saya tidak tahu apakah saya akan diizinkan masuk atau tiba di selatan,” kata dia, seperti dilansir CNN, Kamis (9/11).
Um Zaher, ibu empat anak yang bepergian dengan kereta kuda, menceritakan pengalamannya yang mengerikan.
“Saya adalah penduduk lingkungan Al-Shejaiya … Kami menyaksikan kematian dengan mata kepala sendiri … Saya hanya punya satu putra dan tiga putri, saya tidak bisa berjalan, kemana kami harus pergi? Tidak ada rumah, tidak ada makanan, tidak ada air; mereka tidak menyisakan apapun untuk kami,” ujar Zaher.